BAB I
PENDAHULUAN
Ø Latar Belakang
Ekonomi merupakan bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia. Ekonomi juga memiliki peranan yang penting untuk menjaga kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tingkat pertumbuhan dan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari indikator
ekonominya . Setiap negara, dalam mencapai tujuannya menggunakan sistem ekonomi
yang berbeda-beda. Sistem
ekonomi yang berkembang saat ini di dunia
adalah sistem ekonomi kapitalis, sosialis, campuran, dan sistem ekonomi Islam.
Salah satu sistem ekonomi yang saat ini mendapat
pengakuan dunia adalah sistem ekonomi Islam atau yang lebih dikenal dengan sistem ekonomi
syari’ah.Kajian-kajian ilmiah tentang ekonomi dan keuangan Islam muncul serta mengalami perkembangannya sejak tahun 1970-an, baik di Timur Tengah maupun di negara-negara Islam yang lain . Sejak saat itu, sistem ekonomi Islam muncul sebagai wacana dan dipandang sebagai suatu alternatif pilihan.
Perkembangan ekonomi Islam terjadi sejalan dengan
kecenderungan yang menguat terhadap pemihakan sistem ekonomi neo-klasik akibat
menguatnya anggapan bahwa ekonomi Keynesian sudah tidak lagi mampu menjawab
berbagai masalah perekonomian negara-negara kapitalis barat (Masyhuri, 2003:
11)
Perencanaan
bisnis adalah dokumen yang menyatakan daya tarik dan harapan sebuah bisnis.
Sebuah bisnis plan yang akan mengoperasikan sebuah usaha harus mencantumkan
secara jelas lokasi, proses, masalah bahan baku, masalah tempat, tanah dan
lainnya.
Perencanaan
bisnis adalah suatu cetak biru tertulis ( blue print ) yang berisikan
tentang misi usaha, usulan usaha, operasional usaha, rincian financial,
strategi usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan kemampuan serta
keterampilan pengelolaannya.
Perencanaan
bisnis sebagai persiapan awal memiliki 2 fungsi penting yaitu: sebagai pedoman
untuk mencapai keberhasilan manajemen usaha, dan sebagai alat untuk mengajukan
kebutuhan permodalan yang bersumber dari luar.
Munculnya masalah good corporate governance (GCG)
terjadi karena adanya
pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Suad Husnan,
2007). Pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF)
memperkenalkan dan mengintroduksir konsep GCG sebagai tata cara kelola
perusahaan yang sehat, dalam rangka economy recovery (Sulistyanto &
Lidyah, 2002). Konsep ini diharapkan dapat
melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat
memperoleh kembali investasinya (Sulistyanto & Wibisono, 2003). Survei yang
dilakukan La Porta, Lopez, Shleifer, dan Vishny pada tahun 1998-2000 mengenai
perlindungan investor dan corporate governance mengklasifikasikan
Indonesia sebagai negara dengan tingkat penerapan GCG yang rendah (Fajari,
2004) Sedangkan Bank Dunia dalam sebuah survei Governance Research Indicator
Country Snapshot tahun 2002 memberi Indonesia skor rata-rata di bawah 25
dari kemungkinan 1-100 untuk enam kategori penilaian, jauh tertinggal dari
negara-negara tetangga yang memperoleh skor rata-rata di atas 50 (Fajari,
2004). Sehingga tidak mengejutkan jika hasil penelitian yang dilakukan oleh Asian
Development Bank (ADB) menyimpulkan bahwa penyebab krisis ekonomi di
negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan
komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee)
suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan
pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum profesional
(Sulistyanto&Wibisono, 2003). Dengan kata lain, penerapan konsep GCG 2 yang
tidak optimalah yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di negara-negara
Asia
khususnya Indonesia.
Corporate governance (CG) diartikan sebagai sebuah sistem yang mana
perusahaan dijalankan dan dikendalikan (Cadbury, 1992 dalam Ballesta &
Garcia-Meca, 2005). Walaupun istilah CG hampir tidak dikenal di Indonesia pada
masa sebelum krisis, namun pada dasarnya terminologi tersebut digunakan untuk
suatu konsep lama berupa kewajiban fidusiari dari mereka yang mengontrol
perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham dan stakeholder.
Konsep kewajiban fidusiari didasari oleh agency theory dimana
permasalahan agency muncul ketika kepengurusan suatu perusahaan terpisah
dari kepemilikan. Dengan kata lain, dewan komisaris dan direksi sebagai agent
dalam suatu perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang
saham (Herwidayatmo, 2000). CG mempengaruhi pengembangan dan fungsi dari pasar
modal dan mendorong pengoptimalan alokasi sumber daya sehingga dapat mengurangi
pengawasan shareholder atas perusahaan dan biaya audit (Ballesta &
Garcia-Meca, 2005). Lebih lanjut, karakteristik CG dan sistem hukum perlindungan
investor juga mempengaruhi fungsi auditor dan tuntutan atas kualitas audit
(Piot, 2001 dalam Ballesta & Garcia-Meca, 2005).
Pertimbangan auditor mengenai pengendalian internal perusahaan
pada laporan keuangan yang diperiksanya, sebagai salah satu dasar pelaksanaan
auditing yang dinyatakan dalam asersi manajemen bahwa karakteristik CG
khususnya board of directors (dewan komisaris) diharapkan mempunyai hubungan
yang signifikan dengan kualitas praktek pelaporan keuangan (Ballesta &
Garcia-Meca, 2005). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Pratolo (2007)
bahwa baik buruknya good corporate governance BUMN 3 di Indonesia
memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pengendalian intern pada BUMN tersebut
(Pratolo, 2007). Padahal, pengendalian intern adalah salah satu dasar pemeriksaan
laporan keuangan yang pada akhirnya akan menjadi dasar pertimbangan auditor
dalam memberikan opininya. Dengan demikian, CG juga mempengaruhi pendapat
auditor atas laporan keuangan yang diperiksanya. Suatu struktur GCG akan membantu
auditor mengurangi tekanan manajemen agar auditor memberikan opini yang mereka
harapkan (Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Beberapa penelitian terdahulu
(Chang & Walter, 1996; Chen et al, 2001; Ballesta & Garcia-Meca,
2005) telah meneliti apakah perusahaan dengan tata kelola (CG) yang baik akan
menerima lebih banyak laporan audit yang unqualified dibanding
perusahaan yang tidak memiliki tata kelola (CG) yang baik. Chang dan Walter
(1996) menunjukkan hasil bahwa laporan audit qualified akan diberikan
kepada perusahaan yang memiliki lebih banyak proporsi ekuitas yang dimiliki
oleh manajemen. Selanjutnya Chen et al.,(2001) menemukan bahwa
probabilitas dalam menerima kualifikasi audit menurun dengan meningkatnya
kepemilikan manajemen atas saham perusahaan dan kepemilikan oleh perusahaan
luar negeri. Lebih lanjut Gul et al., (2001) menguji hubungan antara dominansi
dewan direksi pada perusahaan keluarga dan kecenderungan perusahaan tersebut
menerima kualifikasi audit.
Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa dewan direksi yang dominan pada perusahaan keluarga
cenderung untuk bertindak berdasar kepentingan perusahaan dan mempersiapkan
laporan keuangan yang lebih kecil kemungkiannya untuk menerima kualifikasi
audit. Rendahnya penerapan konsep GCG di Indonesia dan hasil penelitian
terdahulu yang tidak konsisten merupakan motivasi penelitian ini. Penelitian
ini memfokuskan pada 4 hasil proses audit dengan ada atau tidak adanya suatu
kualifikasi audit (audit qualification), yang mana hal tersebut
merupakan perhatian utama para pengguna laporan keuangan. Hasil proses audit
yang difokuskan dalam penelitian ini adalah laporan audit yang memuat
kualifikasi audit, dan hubungannya dengan struktur corporate governance yang
baik (GCG).
RUMUSAN MASALAH
Ø
Menjelaskan Hakikat ekonomi, dan pengertian bisnis serta good corporate
governance (GCG) !
Ø
Apa yang dimaksud dengan etika dan sistem ekonomi ?
Ø
Apa saja konsep,tujuan,prinsip, serta manfaat GCGØ
Bagaimana Gcg
Dan Hukum Perseorangan Di Indonesia
Ø
Apa saja Organ khusus dalam penerapan GCG.
Ø
Bagaimana GCG Dalam Badan Usaha Milik Negara
(BUMN),GCG
dan Pengawasan Pasar Modal di Indonesia dan Good Corporate Governance Perbankan di Indonesia ?
TUJUAN
Ø
Untuk mengetahui bentuk dasar kemilikan bisnis, klasifikasi bisnis, serta
strategi bisnis.
Ø
Untuk mengetahui konsep,tujuan,prinsip, serta manfaat GCG.Ø
Untuk mengetahui organ khusus dalam penerapan GCG.
Ø
Untuk mengetahui bagaimana Gcg Dan Hukum Perseorangan Di Indonesia, GCG Dalam Badan Usaha Milik Negara
(BUMN),GCG
dan Pengawasan Pasar Modal di Indonesia dan Good Corporate Governance Perbankan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
Ø
Good
Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses,
output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak
yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan
perusahaan
Ø Cadbury Committee of United Kingdom
Cadbury, Good Corporate Governance adalah prinsip
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya,
danstakeholder pada umumnya. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan
pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.
Ø Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI (2006)
Pengertian Good Corporate Governance menurut Forum for
Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) tidak membuat definisi
tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom,
yang kalau diterjemahkan adalah: “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata
lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”
Ø menurut Sukrisno Agoes (2006)
Mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu
system yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang
saham, dan pemagku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan,pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
Ø Organization for Economic Cooperation and Development (OCED) ( dalam Tjager dkk, 2004).
Mendefinisikan GCG sebagai
suatu struktur yang terdiiri atas para pemegang saham, direktur,
manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan dan alat – alat yang
ingin yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
Ø Menurut Wahyudi Prakarsa (2007:120)
GCG adalah
mekanisme ublictrative yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan
dalam bentuk berbagai aturan permainan dan ublic intensif sebagai kerangka
kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara
pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.
KONSEP GCG
1. Wadah
|
Organisasi (perusahaan, social, pemerintah)
|
2. Model
|
Suatu system, proses dan seperangkart peraturan, termasuk
prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat
|
3. Tujuan
|
Ø Meningkatkan kinerja organisasi
Ø Menciptakan nilai tambah bagi
semua pemangku kepentingan
Ø Mencegah dan mengurangi manipulasi
serta kesalahan yang signifikan dalam mengelola organisasi
Ø Meningkatkan upaya agar para
pemangku kepentingan tidak dirugikan
|
4. Mekanisme
|
Mengatur dan mempertegas kembali hubungan peran, wewenang
dan tanggung jawab.
Ø Dalam arti sempit: antar
pemilik/pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi.
Ø Dalam arti luas: antar seluruh pemangku
kepentingan
|
TUJUAN-TUJUAN GCG
Ø Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan
efisien.
Ø Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ
perusahaan demi menjaga kepentingan
para shareholder dan stakeholder perusahaan.
Ø Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-perusahaan
pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
Ø Meningkatkan investasi nasional; dan
Ø Mensukseskan program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah.
Pelaksanaan good corporate
governance dilakukan dengan menggunakanprinsip-prinsip yang berlaku secara
internasional. Prinsip-prinsip dasar inidiharapkan menjadi rujukan bagi para
regulator (pemerintah) dalammembangun framework bagi
penerapan good corporate governance. Prinsip-prinsip Dasar penerapan good corporate
governance yang dikemukakan oleh
Forum for Corporate Governance in
Indonesia (2001:
31) adalah sebagai
berikut :
Ø Fairness (Perlakuan yang Setara)
Merupakan prinsip agar para
pengelola memperlakuan yang sama terhadap
para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang
pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider
trading).
Ø Transparency (Transparansi)
Hak-hak para pemegang saham yang
harus diberi informasi dengan benar dan
tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam
pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan
yang mendasar atas perusahaan dan turut
memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
Ø Accountability (Akuntablitas)
Adalah Prinsip di mana para
pengelola berkewajiban untuk membina system akuntansi yang efektif untuk
menghasilkan laporan keuangan (financial
statement ) yang dapat dipercaya. Untuk itu diperlukan penjelasan fungsi,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan
efektif.
Ø
Responsibility (Prinsip Tanggung jawab)
Peranan pemegang saham harus diakui
sebagaimana ditetapkan oleh ubli dan kerja sama yang aktif antara perusahaan
serta pemegang kepemtingan dalam menciptakan kesejahteraan.
Ø Indepandency (kemandirian)
Sebagai
tambahan prinsip dalam pengelolaan BUMN, artinya suatu keadaan dimana para
pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat professional, mandiri, bebas
dari konflok kepentingan dan bebas dari tekanan / pengaruh dari manapun yang
bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip
pengelolaan yang sehat.
Ø Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam
memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi ublic pendorong yang dapat
memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan.
MANFAAT GCG
Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk
memulihkan kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal.
Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alas an
mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
Ø Berdasarka survey yang telah
dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor
institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia
yang telah menerapkan GCG.
Ø Berdasarkan berbagai analisis
ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisis
berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.
Ø Internasionalisasi pasar – termasuk
liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk
menerapkan GCG.
Ø Kalau GCG bukan obat mujarab untuk
keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system
nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak
berubah.
Ø Secara teoris, praktik GCG dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan
menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten
dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
Ø Mengurangi agency cost, yaitu suatu
biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang
kepada pihak manajemen.
Ø Mengurangi biaya modal (Cost of
Capital).
Ø Meningkatkan nilai saham perusahaan
di mata ublic dalam jangka panjang.
Ø Menciptakan dukungan para
stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan
berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
GCG DAN HUKUM PERSEORANGAN DI INDONESIA
Definisi
Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007
(“UUPT”), berbunyi: “Perseroan
Terbatas yang selanjutnya disebut (“Perseroan”), adalah badan hokum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya”
Dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan hokuml penggantian kegiatan perusahaan
(perseroan) di Indonesia yang didasarkan atas hokum hokum Undang-undang Nomor 1
Tahun 1995 menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 adalah
adanya perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi ,
ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan
kepastian hokum, kesadaran hokum dan lingkungan, sertatuntutan pengelolaan
usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Beberapa ketentuan lama yang masih relevan yang terdapat dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1995 masih dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang
ditambahkan, antara lain:
Ø Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan
memanfaatkan teknologi informasi yang ada seperti: telekonferensi, video
konferensi dan yang lainnya
Ø Kejelasan mengenai tata cara
pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hokum dan pengesahan Anggaran
Dasar Perseroan
Ø Memperjelas dan mempeertegas tugas
dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, termasuk mengatur mengenai
komisaris independen dan komisaris utusan
Ø Kewajiban perseroan untuk
melaksanakan tanggung jawab hokum dan lingkungan
2.7
ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG, YAITU:
Ø Komisaris Independen
Ø Direktur Independen
Ø Komite Audit
Ø Sekretaris Perusahaan
ü Komisaris Direktur Independen
Indra Surya dan ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada
dua pengertian independen terkait konsep Komisaris Direktur Independen tersebut
Pertama, Komisaris dan Direktur Independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk
mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Perseroan, anggota Direksi dan Komisaris diangkat
dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS
didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham Kedua, Komisaris dan Direktur Independen adalah pihak
yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata
ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman dan keahlian hokumlonal
yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan
perusahaan. Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek
Indonesia melalui peraturan BEI sejak tanggal 20 Juli 2001 mengenai beberapa hokuml
tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut:
·
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
pemegang saham Pengendali Perusahaan tercatat yang bersangkutan
sekurang-kurangnya enam bulan sebelum menunjukkan sebagai direktur tidak
terafiliasi.
·
Tidak memiliki hubungan afiliasi Komisaris dan Direktur lainnya dari perusahaan Tercatat
yang bersangkutan.
·
Tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain
·
Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi perpanjang
pada pasar modal yang jasanya digunakan oleh Perusahaan Tercatat selama enam
bulan sebelum penunjukan sebagai direktur
ü Komite Audit
Menurut
Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi anggota Komite Audit adalah sebagaiberikut:
·
Anggota Komite Audit harus memiliki keseimbangan
keterampilan dan pengalaman dengan latar belakang usaha yang luas.
·
Anggota Komite Audit harus independen, objektif dan hokumlonal.
·
Anggota Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi,
pemahaman yang baik mengenai organisasi, lingkungan bisnis serta risiko dan hokuml.
·
Paling sedikit anggota komite audit harus memiliki
pengertian yang baik tentang analisa dan penyusunan laporan keuangan.
·
Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin
dan terampil berkomunikasi dengan baik. Selain hal tersebut, menurut Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menambahkan bahwa anggota Komite Audit
tidak merangkap jabatan yang sama pada perusahaan lain pada periode yang sama.
Keberadaan
Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2002 (bagi
perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002
(bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh
Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen
serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris
untuk (i) meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, (ii) menciptakan iklim
disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya
penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, (iii) meningkatkan efektifitas
fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit, serta (iv) Mengidentifikasi
hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris/Dewan Pengawas.
Kewenangan
Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK, sehingga tidak
memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada DK),
kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK,
misalmya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin
suatu investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan
dalam Charter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga
bagian besar, yaitu financial reporting, corporate governance, dan risk
and control management.
Pada akhirnya,
suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan yang terpenting
independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu oleh Komite
Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan implementasi Good
Corporate Governance berjalan dengan baik sehingga kecurangan (fraud)
maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari. (Alison)
ü Sekretaris Perusahaan (Corporate
Secretary)
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat
tinggi dan strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat
penghubung (liason officer) tau
semacam public relations/ investor
relations antara perusahaan dengan pihak diluar perusahaan.tugas utama sekretaris perusahaan
antara lain menyimpan dokumen perusahaan, Daftar Pemegang Saham, risalah rapat
direksi dan RUPS, serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya
bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)
Pada awalnya tujuan dibentuknya BUMN
adalah merupakan penjabaran dan implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang
berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Berdasarkan
peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hokum BUMN yaitu Persero,
Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan (Perjan). Tjager dkk (2003)
selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan
belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut.
Contohnya pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi. Tujuan GCG
diatur dalam pasal 4 adalah:
Ø Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara
meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung
jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara
nasional maupun internasional.
Ø Mendorong pengelolaan BUMN secara
professional, transparan, dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemendirian organ.
Ø Mendorong agar organ dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran
akan adanya tanggung jawab social BUMN terhadap para pemangku kepentingan
maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
Ø Meningkatkan kontribusi BUMN dalam
perekonomian nasional.
Ø Menyukseskan program privatisasi.
GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA
Secara formal, pasar modal dapat
didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument keuangan jangka panjang hoku
diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang
terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Keberadaan pasar modal
ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal, antara lain:
Ø Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan;
Ø Bursa Efek;
Ø Lembaga Kliring;
Ø Investor;
Ø Akuntan public;
Ø Konsultan hokum.
Menyadari tata kelola perbankan di
Indonesia masih lemah, dalam upaya menata kembali manajemen dan kegiatan
perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No 8/4/PBI/2006
pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG oleh Bank-bank komersial.
Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang :
Ø Prosedur pengelolaan melalui
penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan
kesetaraan
Ø Tujuan implementasi GCE, minimal
untuk merealisasikan:
ü Kejelasan tugas dan tanggung jawab
Dewan komisaris dan Dewan Dereksi
ü Kelengkapan dan implementasi tugas
komite dan unit pelaksana fungsi internal audit bank
ü Kinerja ketaan, fungsi auditor
internal dan eksternal
ü Implementasi manajemen resiko
termasuk system pengendalian internal
ü Ketentuan dalam pihak-pihak terkait
dan dana dalam jumlah besar
ü Rencana strategi bank
ü Transparansi kondisi keuangan dan
non-keuangan
Ø Jumlah komposisi, kriteria dan
independensi Dewan Komisaris
Ø Jumlah, komposisi, kriteria dan
independensi Dewan Direksi
Ø Komite
Ø Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal
dan Internal
Ø Implementasi Management Resiko
Ø Ketentuan Dana
Ø Rencana Strategis Bank
Ø Aspek Transparansi Kondisi Bank
Ø Konflik Kepentingan dan Pelaporan
Internal
Ø Laporan dan Asesmen Implementasi GCG
Ø Implementasi GCG di Cabang Luar
Negeri
Ø Sanksi-sanksi
Ø Ketentuan Peralihan
Ø Ketentuan Penutup.
Video Good Corporate Governance :
Good Corporate PT. Telkomsel Tbk.
Telkomsel selalu menekankan pentingnya Good Corporate Governance (GCG)/Tata Kelola Perusahaan untuk terus diterapkan di perusahaan guna memastikan bahwa para anggota Direksi ada di jalur yang benar untuk mencapai tujuan strategis yang telah ditetapkan. Fungsi pengawasan didukung oleh sejumlah komite termasuk:
- Komite Audit yang mengawasi proses pelaporan keuangan dan pengendalian intern, proses audit internal dan eksternal serta proses manajemen risiko,
- Komite Remunerasi yang selalu meninjau kebijakan dan strategi remunerasi Perusahaan secara keseluruhan, dan
- Komite Capital Expenditure, Financing and Management Process (CFMP) yang mengawasi perencanaan belanja modal dan kebijakan pendanaan, manajemen kapasitas dan supply chain serta penetapan target operasional.
Komitmen kami akan pelaksanaan GCG dalam setiap aspek bisnis merupakan kepatuhan kami terhadap undang-undang perseroan terbatas nomor 40 tahun 2007 dan beberapa aspek dari Sarbanes-Oxley Act (SOA), dimana semua anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TELKOM) diharuskan untuk memenuhi ketentuan GCG mengingat saham TELKOM yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE).
Pada saat yang sama, penerapan GCG juga dipandang sebagai elemen penting yang akan memastikan daya saing Perusahaan untuk terus menjaga posisi sebagai pemimpin pasar dan membantu dalam menciptakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam rangka membangun struktur GCG yang kuat dalam organisasi, kami memiliki lima prinsip yang menjadi pilar pelaksanaan GCG. Lima prinsip tersebut adalah:
a.Transparansi
Prinsip ini harus dijalankan dalam upaya menghadirkan akses yang adil terhadap semua informasi tentang kinerja keuangan dan operasional Perusahaan.
b.Akuntabilitas
Manajemen dan staf dari semua tingkatan juga diharuskan untuk mengembangkan akuntabilitas tinggi dalam setiap tindakan yang diambil dan dalam menjaga hubungan yang bermanfaat dengan para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya serta dalam menjaga kepatuhan terhadap peraturan.
c.Pertanggungjawaban
Prinsip ini membutuhkan komitmen dari seluruh elemen organisasi untuk menunjukkan integritas dan tanggung jawab mereka dalam proses pengambilan keputusan, dalam mempertahankan kepentingan dan aset pemegang saham Perusahaan dan manajemen risiko untuk menjamin kelangsungan bisnis.
d.Kemandirian
Kami menggunakan kebebasan sebagai sebuah organisasi dengan integritas yang tinggi dengan memastikan bahwa semua manajemen bebas dari konflik kepentingan dan / atau pengaruh pihak lain.
e.Kewajaran
Kami menganut prinsip untuk memastikan bahwa seluruh pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya menerima perlakuan yang sama, termasuk peluang yang adil bagi karyawan untuk mendapatkan promosi karir, pelatihan dan pendidikan, dan akses terhadap informasi.
SUMBER :
Etika Bisnis Dan Profesi/Leonard J. Brooks/Paul
Dunn/Penerbit Salemba Empat.
http://herina-br.blogspot.com/2011/10/pengertian-bisnis-menurut-para-ahli.html